SarasDewi, Dosen Ilmu Filsafat Lingkungan Universitas Indonesia, mengatakan masalah sampah di Bali, yang menjadi salah satu tujuan pariwisata utama Indonesia, sangat mempengaruhi citra Pulau Dewata tersebut. "Pariwisata nasional tidak akan kompetitif kalau ada masalah sampah, kemarin ada foto-foto pantai Bali saat libur Natal dan Tahun Baru
analisislingkungan internal dan eksternal pariwisata dalam meningkatkan ekonomi masyarakat lokal di kabupaten demak jawa tengah June 2020 DOI: 10.35906/jm001.v6i1.496
UNESCOmeminta pemerintah untuk menghentikan proyek pembangunan infrastruktur pariwisata di Taman Nasional Komodo. Pembangunan tersebut dianggap dapat merusak lingkungan dan mengganggu habitat Komodo.
E kebutuhan lingkungan masyarakat meningkat . 40. Untuk memenuhi kebutuhan hidup dilakukan pembangunan dengan memanfaatkan lingkungan. Agar lingkungan dapat tetap mendukung pembangunan berkelanjutan, kita harus A. menemukan sumber daya alam di lingkungan yang baru. B. mendaur ulang lingkungan yang sudah di pakai
contoh kegiatan perumahan dan tata laksana rumah tangga. Lingkungan Masyarakat Yang Dapat Merusak Citra Pariwisata Nasional DENPASAR- Kasus penipuan money changer yang menimpa Turis Australia baru-baru ini mendapat perhatian serius Wakil Gubernur yang juga menjabat sebagai Ketua BPD PHRI Bali Prof. Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati Cok Ace. Menyikapi persoalan yang mencoreng citra pariwisata Bali itu, Wagub Cok Ace menggelar rapat koordinasi lintas sektor bersama stakeholder pariwisata, Selasa Anggara Pasah Wuku Merakih 26 Juli 2022. Rakor yang digelar di Ruang Praja Sabha Kantor Gubernur Bali itu diikuti unsur Kantor Perwakilan BI Provinsi Bali, Polda Bali, Bali dan Kabupaten Badung, Kadis Pariwisata Kota Denpasar, Badung dan Gianyar, Asosiasi Pedagang Valuta Asing dan stakeholder pariwisata Cok Ace dalam arahannya menyampaikan bahwa aksi penipuan yang menimpa wisatawan asing oleh money changer tak berizin itu sangat penting untuk disikapi. Selain merusak citra pariwisata Bali, tindakan semacam ini bisa menjadi bumerang bagi Bali yang saat ini tengah berjuang memulihkan sektor pariwisata. “Seluruh komponen telah berjuang keras dan bahu membahu untuk bangkit dari keterpurukan akibat pandemi Covid-19. Sekarang pun Covid-xix sejatinya belum teratasi secara tuntas, tapi syukurnya sektor pariwisata berangsur pulih,” ucapnya. Oleh sebab itu, ia tak ingin aksi-aksi penipuan seperti yang terjadi di money changer menjadi hambatan dalam pemulihan Bali. Melalui pelaksanan rakor ini, ia ingin memperoleh masukan dari berbagai komponen untuk mengatasi persoalan ini. Selain kasus penipuan coin changer, Wagub Cok Ace juga menyinggung isu lain dalam dunia kepariwisataan yaitu ketentuan SIM Internasional bagi wisatawan dan persoalan lingkungan yang rentan dijadikan alat untuk menjatuhkan citra pariwisata dengan keberadaan coin changer, Kepala Perwakilan Depository financial institution Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho menjelaskan bahwa kegiatan usaha ini diatur dalam Peraturan BI Nomor 18/20/PBI/2016 Tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank KUPVA BB. Dalam operasionalnya, KUPVA BB memiliki kantor pusat dan kantor cabang. Merujuk data bulan Juni 2022, di Bali terdapat 103 kantor pusat dan 388 kantor cabang KUPVA BB yang tersebar di seluruh Bali. “Sebarannya terbanyak ada di Kabupaten Badung yaitu 347 kantor cabang,” Trisno Nugroho menjelaskan ciri-ciri KUPVA BB berizin yaitu memasang logo serta sertifikat izin usaha yang dikeluarkan oleh BI. Menurutnya, ada sejumlah tantangan yang dihadapi dalam penertiban money changer bodong. Tantangan antara lain, tak semua wisatawan asing paham bahwa mereka harus bertransaksi valuta asing di KUPVA BB berizin dan banyak pelaku usaha tidak paham peraturan dalam mendirikan usaha penukaran valuta asing. Selain itu, edukasi dan sosialisasi terkait penukaran valuta asing masih minim serta belum ada tindakan penertiban untuk memberikan efek jera bagi pelaku usaha KUPVA BB tidak berizin. Menyikapi hal ini, Trisno mengusulkan pelibatan desa adat dalam penertiban KUPVA BB tak berizin dengan memasukkannya dalam pararem. Menurutnya hal ini bisa memberi efek jera bagi pelaku KUPVA BB tak berizin yang beroperasi di wewengkon desa penertiban KUPVA BB tak berizin didukung sepenuhnya oleh Ketua Asosiasi Pedagang Valuta Asing APVA Bali Ayu Astuti Dhama. Menurutnya, penertiban bisa dilaksanakan dengan memeriksa kelengkapan yang resmi dikeluarkan BI berupa logo dan sertifikat izin usaha. Sementara itu, Wadir Krimum Polda Bali AKBP Suratno menegaskan bahwa jajarannya mendukung penuh upaya pemulihan ekonomi Bali yang bertumpu pada sektor pariwisata. Disebutkan olehnya, aksi penipuan money changer bukanlah satu-satunya hal yang mencoreng citra pariwisata Bali. “Ada pula aksi penjambretan, copet hingga ulah oknum sopir taksi yang menaikkan tarif untuk wisatawan,” bebernya. Khusus terkait aksi penipuan money changer, pihak kepolisian mengalami kendala dalam menindaklanjuti karena tak terpenuhinya unsur formil dan materiil. Karena kerapkali wisatawan hanya berorientasi barang atau uang mereka kembali dan tak melanjutkan proses hukum sebagaimana yang berlaku di Republic of indonesia. “Kalau ada laporan resmi, ini bisa kami tindaklanjuti sebagai tindakan penipuan dan penggelapan,” ujarnya. Kendati demikian, jajaran kepolisian tetap berupaya untuk menertibkan keberadaan money changer dengan melakukan pengecakan ke lapangan. “Dari 155 money changer yang sudah kami cek, hanya x yang ada izinnya. Tapi kami tak punya kewenangan untuk nutup,” PP Bali dan Badung juga mengutarakan bahwa mereka tak punya kewenangan untuk memberi sanksi atau menutup karena regulasinya ada di Banking concern Indonesia. Manambahkan penyampaian jajaran Pol PP, Ketua LPM Legian I Wayan Puspa Negara menyinggung pentingnya keterlibatan Bank Indonesia dalam menertibkan coin changer tak berizin. Ia yakin, dengan dukungan semua pihak, persoalan ini dapat segera Koordinator kelompok Ahli Pembangunan Bidang Pariwisata IGAN Rai Surya Wijaya menyarankan agar pemerintah tegas dan tak mentolerir keberadaan money changer bodong yang dapat menurunkan citra pariwisata Bali. Sejalan dengan usulan BI, ia juga mengusulkan pelibatan desa adat dalam penertiban money changer bodong. Berikutnya ada Kepala Himpunan Pramuwisata Republic of indonesia HPI Bali Nyoman Nuarta yang menyarankan pembentukan satgas dan rapat lanjutan dalam menyikapi persoalan mendengar berbagai masukan, Wagub Cok Ace menyimpulkan bahwa rakor menyepakati pembentukan tim task force yang bisa langsung bekerja dan turun ke lapangan untuk memberi efek jera. Selanjutnya akan dibentuk tim dengan jangkauan lebih luas yang bertugas mencari persoalan sosial yang menjadi pemicu maraknya aksi penipuan berkedok money changer di objek dengan itu, Ketua Ketua Gabungan Industri Pariwisata Republic of indonesia GIPI Bali, Ida Bagus Agung Partha Adnyana akan memperkuat upaya pencegahan dengan mengedukasi wisatawan agar lebih banyak menggunakan uang elektronik dalam bertransaksi. “Kita akan buatkan arahan dalam berbagai bahasa untuk mengedukasi wisatawan agar mereka tidak mudah kena tipu,” pungkasnya. Continue Reading Lingkungan Masyarakat Yang Dapat Merusak Citra Pariwisata Nasional Source
TEMPO Interaktif, Denpasar - Pembangunan infrastruktur pariwisata tidak hanya menghasilkan kemajuan ekonomi bagi Bali, tetapi juga ditenggarai telah merusak lingkungan Pulau Dewata itu. Hal ini terungkap dalam diskusi bertema “Ironi Pulau Surga, Meneropong Lingkungan Hidup” yang diselenggarakan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Walhi Daerah Bali di Wantilan DPRD Bali, Denpasar, Senin 6 Juni DPRD Bali, I Ketut Kariyasa Adnyana, menyatakan Bali mengalami perubahan paradigma dalam pengembangan pariwisata. "Kalau dulu pariwisata untuk Bali, sekarang Bali untuk pariwisata," ujar Kariyasa. Menurut dia, pelaku pariwisata cenderung menjual segala potensi yang dimiliki Bali untuk kepentingan menyatakan masyarakat Bali yang dulunya agraris kini menjadi masyarakat yang bergantung pada sektor jasa dan pariwisata. Petani Bali yang awalnya sangat loyal mempertahankan tanah pertaniannya, kini mulai goyah untuk berpindah profesi. "Kita seharusnya mempertanyakan konsep pariwisata yang seperti ini," itu, Agung Alit, Sekretaris Jenderal Forum Fair Trade Indonesia, menyatakan industri pariwisata melahirkan pemiskinan dan kerusakan lingkungan bagi Bali. "Pemiskinan ini disebabkan korporasi yang masuk dan bergandengan mesra dengan pengusaha lokal," sisi lain, Alit mengatakan pemerintah lokal lemah ketika membendung masuknya investor asing. "Kelemahan ini menghasilkan praktek kebijakan yang merugikan lingkungan," Wakil Bupati Kabupaten Jembrana, Made Kembang Hartawan, menyatakan wilayahnya menjadi korban dari kerusakan lingkungan Bali, khususnya abrasi pantai. "Abrasi ini muncul karena pembabatan hutan bakau, kerusakan terumbu karang, dan pembangunan di sempadan pantai," kata menanggulangi persoalan lingkungan ini, Kariyasa meminta kepada Gubernur dan Bupati di seluruh Bali untuk berpihak kepada lingkungan Bali. Kariyasa juga meminta pemerintah konsisten menerapkan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah, Bhisama, dan Peraturan Desa Pekraman. "Saya juga meminta pemerintah memberdayakan sektor pertanian Bali," katanya. WAYAN AGUS PURNOMO
Environmental pressure caused by tourism activities is increasing in line with the number of visitors and the development of infrastructure-related tourism to meet the needs of tourists who visit the tourist attractions. This leads to the increasing of the amount of solid and liquid waste, pollution, sanitation and aesthetic problems. Bukittinggi has a leading tourist attractions that are almost all located within the city making it easier for tourists to travel to various locations. A thorough concern on environmental sustainability has not been undertaken by the tourism sector of Bukittinggi City. Bukittinggi is currently overshadowed by the concerns of the carrying capacity of the city to accommodate several functions simultaneously within a limited area. The purpose of this research is to analyze the environmental problems caused by tourism activities in Bukittinggi City. This research was conducted by qualitative approach using in-depth interview to sector related with tourism, observation and literature study. Research activities conducted in June to October 2017. The results showed that tourism activities that tend to be centralized in the city center resulted in congestion and lack of parking space. The increase in tourists is followed by increased waste generation, energy use, CO 2 emissions and water consumption. It is suggested to the government to synergize the policy of tourism development with the concept of sustainable development. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free DAMPAK JURNAL TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS ANDALAS - VOL. 16 NO. 2 2019 86-94 Terbit online pada laman web jurnal Dampak Jurnal Teknik Lingkungan Universitas Andalas ISSN Print 1829-6084 ISSN Online 2597-5129 Attribution-NonCommercial International. Some rights reserved Artikel Penelitian Dampak Lingkungan Akibat Kegiatan Pariwisata di Kota Bukittinggi Nofriyaa, Ardinis Arbainb, Sari Lenggogenic aSekolah Tinggi Teknologi Industri STTIND, Padang, 25172, Indonesia b Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana, Universitas Andalas, Limau Manis, Pauh, Padang, 25163, Indonesia cFakultas Ekonomi, Universitas Andalas, Limau Manis, Pauh, Padang, 25163, Indonesia E-mail nofriyafirdaus Environmental pressure caused by tourism activities is increasing in line with the number of visitors and the development of infrastructure-related tourism to meet the needs of tourists who visit the tourist attractions. This leads to the increasing of the amount of solid and liquid waste, pollution, sanitation and aesthetic problems. Bukittinggi has a leading tourist attractions that are almost all located within the city making it easier for tourists to travel to various locations. A thorough concern on environmental sustainability has not been undertaken by the tourism sector of Bukittinggi City. Bukittinggi is currently overshadowed by the concerns of the carrying capacity of the city to accommodate several functions simultaneously within a limited area. The purpose of this research is to analyze the environmental problems caused by tourism activities in Bukittinggi City. This research was conducted by qualitative approach using in-depth interview to sector related with tourism, observation and literature study. Research activities conducted in June to October 2017. The results showed that tourism activities that tend to be centralized in the city center resulted in congestion and lack of parking space. The increase in tourists is followed by increased waste generation, energy use, CO2 emissions and water consumption. It is suggested to the government to synergize the policy of tourism development with the concept of sustainable development. Keywords Sustainable Tourism , Tourism Environmental Impact, Ecotourism, Sustainable Development Tekanan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan pariwisata semakin meningkat seiring dengan jumlah pengunjung dan pengembangan infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan wisatawan. Hal ini menyebabkan meningkatnya jumlah limbah padat dan cair, polusi, sanitasi dan masalah estetika. Kota Bukittinggi memiliki tempat-tempat wisata yang terkenal dan hampir semuanya terletak di dalam kota sehingga memudahkan wisatawan untuk melakukan perjalanan ke berbagai lokasi. Akan tetapi, perhatian menyeluruh terhadap kelestarian lingkungan belum dilakukan oleh sektor pariwisata. Sedangkan Kota Bukittinggi saat ini dibayangi oleh kekhawatiran daya dukung kota untuk mengakomodasi beberapa fungsi secara bersamaan dalam area terbatas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis masalah lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan pariwisata di Kota Bukittinggi. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif menggunakan wawancara mendalam pada sektor yang terkait dengan pariwisata, observasi dan studi literatur. Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan Juni hingga Oktober 2017. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pariwisata yang cenderung terpusat di pusat kota mengakibatkan kemacetan dan kurangnya tempat parkir. Peningkatan wisatawan diikuti oleh peningkatan timbulan sampah, penggunaan energi, emisi CO2 dan konsumsi air. Disarankan kepada pemerintah untuk mensinergikan kebijakan pengembangan pariwisata dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Kata kunci Pariwisata berkelanjutan, Dampak lingkungan pariwisata, Pembangunan berkelanjutan NOFRIYA, ET AL / DAMPAK JURNAL TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS ANDALAS - VOL. 16 NO. 2 2019 86-94 25077/ 1. PENDAHULUAN Pariwisata berkelanjutan merupakan salah satu konsep yang dipertimbangkan oleh seluruh negara di dunia untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals SDG's. Salah satu indikator pada tujuan SDG‟s ke 12 menyebutkan bahwa perlu kolaborasi berbagai pihak untuk menciptakan pariwisata ramah lingkungan green tourism BPS 2016. Akan tetapi, tekanan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan wisata pada saat ini semakin meningkat disebabkan oleh meningkatnya jumlah pengunjung dan bertambahnya pembangunan infrastuktur terkait pariwisata untuk memenuhi kebutuhan wisatawan yang berkunjung ke objek wisata. Hal ini menyebabkan bertambahnya jumlah sampah dan limbah, polusi, masalah sanitasi dan estetika Iffa et al. 2015; Sahu, Nair, and Sharma 2014. Kegiatan evaluasi yang dilakukan oleh Travel and Tourism Competitiveness Index TTCI mengenai kinerja pariwisata negara-negara di dunia dalam mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan dan sumberdaya alami, menyebutkan bahwa Indonesia berada di posisi 131 di antara 136 negara yang dievaluasi WEF 2017. Hal ini disebabkan karena masih banyaknya kegiatan eksploitasi ekosistem yang berlebihan pada destinasi wisata. Selain itu konsumsi air, energi dan sampah yang berasal dari wisatawan sebesar dua kali lipat dibandingkan dengan penduduk pada umumnya, serta masih banyaknya hotel dan restoran yang menggunakan bahan kimia dan bahan yang tidak bisa diuraikan sehingga mempunyai dampak terhadap pencemaran lingkungan ILO 2012. Padahal, kebijakan pariwisata di Indonesia telah diatur dalam Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Wisata Berkelanjutan. Dalam peraturan ini dipertimbangkan kriteria lingkungan untuk melaksanakan kegiatan pariwisata Kemenpar 2016. Selain itu pembangunan pariwisata menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan disebutkan bahwa penyelenggaraan pariwisata salah satunya dilaksanakan dengan prinsip memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup Kemenpar 2009. Dalam Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 3 Tahun 2014 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Barat tahun 2014-2025, disebutkan bahwa pembangunan pariwisata berorientasi kepada pelestarian lingkungan dan mewujudkan ekonomi hijau ramah lingkungan dalam setiap mata rantai usaha pariwisata. Selain itu perlu dilakukan penyusunan regulasi untuk menjaga daya dukung lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat 2014. Sebagai ikon pariwisata Sumatera Barat, Bukittinggi memiliki objek wisata unggulan yang hampir semuanya terletak di dalam kota sehingga memudahkan wisatawan berwisata ke berbagai lokasi Disbudpar Sumbar 2015. Keunggulan wisata di kota Bukittinggi dibuktikan dengan terjadinya peningkatan tingkat penghunian kamar di Kota Bukittinggi yaitu sebesar 60,86% pada bulan April 2017 BPS Sumbar 2017. Konsekuensi dari kegiatan pariwisata memberikan kontribusi terhadap lingkungan dari beberapa aspek diantaranya perubahan tutupan lahan dan penggunaan lahan akomodasi, infrastruktur transportasi, tempat rekreasi, erosi dan timbulan sampah, penggunaan energi yang berkontribusi terhadap emisi CO2, perubahan biotik dan kepunahan spesies liar, pertukaran dan penyebaran penyakit dan penggunaan air Gössling 2002. Penelitian Russo yang dilakukan tahun 2002 mengemukakan bahwa pariwisata di Venesia tidak diimbangi dengan kebijakan pariwisata yang memperhatikan daya dukung lingkungan, sehingga sub sistem pendukungnya seperti transportasi dan pengelolaan sampah menjadi tidak memadai sesuai dengan peningkatan jumlah wisatawan Russo 2002. Seiring dengan itu penelitian Cole tahu 2012 mengatakan bahwa perkembangan pariwisata di pulau Bali menyebabkan "perebutan" air antara industri pariwisata dan masyarakat lokal terutama untuk pertanian Cole 2012. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sharma tahun 2016 di destinasi wisata Kerwa, Bhopal, India menemukan kegiatan pariwisata yang semakin meningkat menyebabkan eksploitasi sumber daya dan menghasilkan limbah yang berbahaya bagi lingkungan termasuk terganggunya kegiatan pariwisata tersebut sehingga mengurangi minat wisatawan untuk berkunjung Sharma 2016. Strategi pengembangan pariwisata di Kota Bukittinggi masih terfokus pada teknologi, inovasi dan operasi serta belum memikirkan lebih lanjut tentang keberlanjutan lingkungan yang dapat berkurang karena aktifitas pariwisata Sanesta 2015. Perhatian menyeluruh mengenai keberlanjutan lingkungan belum dilakukan oleh sektor pariwisata Kota Bukittinggi. Oleh karena itu, masa depan Bukittinggi saat ini dibayangi oleh kekhawatiran kemampuan daya dukung carrying capacity kota untuk mengakomodasi beberapa fungsi sekaligus di dalam suatu area terbatas 25,239 km2 Disbudpar Sumbar 2015. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis masalah lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan pariwisata di Kota Bukittinggi. 2. METODOLOGI Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang digunakan untuk memahami fenomena mengenai suatu hal secara mendalam dan holistik sehingga mengungkapkan bagaimana realita tersebut berjalan sebagaimana adanya. Untuk mendapatkan kebenaran ini, peneliti mencari tahu langsung mengenai objek yang diteliti, dan objek memberikan jawaban langsung kepada peneliti. Data dikumpulkan menggunakan wawancara mendalam, telaah dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian, catatan lapangan, foto, video dan rekaman. Hasil penelitian dipaparkan secara deskriptif Moleong 2007. NOFRIYA, ET AL / DAMPAK JURNAL TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS ANDALAS - VOL. 16 2019 86-94 Pemilihan sampel pada penelitian ditentukan dengan purposive sampling, yaitu dengan memperoleh informasi yang diperlukan dari pihak yang dianggap mengetahui secara mendalam mengenai permasalahan yang diangkat dalam penelitian Palys 2008. Sampel pada penelitian ini berasal dari Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kota Bukittinggi, Dinas Lingkungan Hidup Kota Bukittinggi, 4 orang pengelola hotel dari 4 hotel yang mewakili bintang 4, 3 2 dan 1, serta pimpinan sebuah rumah makan yang terletak di pusat Kota Bukittinggi. Observasi dilakukan pada 6 objek wisata yang ada di Bukittinggi. Studi dokumentasi didapatkan dari data BPS Bukittinggi, PLN, Global Atmosphere Watch Koto Tabang, KPA Bukittinggi, dan PDAM. Penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai bulan Oktober tahun 2017. Data permasahan lingkungan merupakan data yang dikumpulkan dengan melakukan studi pustaka dan observasi. Kegiatan observasi dilakukan pada akhir bulan Juni tahun 2017 yang bertepatan dengan Liburan Hari Raya Idul Fitri dan liburan sekolah. Data sekunder dikumpulkan pada dinas terkait berpedoman pada bulan yang merupakan musim wisata yaitu liburan Hari Raya Idul Fitri dan libur akhir tahun Natal dan Tahun Baru Elfindri 2016. Analisis data dilakukan dengan membandingkan data yang didapatkan pada musim wisata tersebut dengan RTRW dan perbandingan dengan bulan yang bukan musim wisata selain bulan Juli dan Desember. Selain itu, untuk emisi CO2, data diolah dengan mengalikan emisi CO2 dari perjalanan wisata. Rata-rata emisi CO2 dari perjalanan wisata yang dilakukan wisatawan domestik dan internasional adalah 250 kg CO2 Gössling and Peeters 2015. Untuk wisatawan internasional yang melakukan aktifitas wisata di negara berkembang menggunakan 1 mobil untuk 2 orang, dan wisatawan domestik 1 mobil untuk 3 orang. Emisi CO2 saat menggunakan akomodasi wisata bagi wisatawan internasional adalah 19 kg CO2 dan wisatawan domestik adalah 4 kg CO2 UNWTO, UNEP, and WMO 2008. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Tutupan dan Penggunaan Lahan Tutupan lahan di Kota Bukittinggi didominasi oleh pemukiman/ lahan terbangun yaitu 13,17 km2, diikuti dengan perkebunan 7,09 km2, sawah 4,81 km2 dan kebun semak 0,17 km2 Bapedalda Sumbar 2016. a Akomodasi Kegiatan kepariwisataan berupa perhotelan, wisata belanja, wisata kuliner dan rumah makan telah membentuk struktur ruang kota yang terkonsentrasi pada kawasan pusat kota. Penggunaan lahan di Kota Bukittinggi menyebar di sepanjang Jalan Sudirman dan Jalan Soekarno Hatta. Hal ini mempengaruhi perkembangan penggunaan lahan ke arah Timur, Utara dan Selatan kota karena bertambahnya jumlah penduduk dan kegiatan lain seperti perdagangan dan jasa, pendidikan, kesehatan dan perkantoran, dengan pola mengikuti jaringan jalan. Penambahan hotel sebanyak 8 hotel dari tahun 2008 yaitu sebesar 66 hotel. Sebaran letak hotel terkonsentrasi pada Kecamatan Guguak Panjang sebanyak 60 hotel dan di Kecamatan Mandiangin Koto Selayan sebanyak 3 hotel serta Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh sebanyak 3 hotel BPS Bukittinggi 2016. Pada RTRW Kota Bukittinggi disebutkan bahwa kawasan perdagangan dan jasa berfungsi wisata dialokasikan sebagai pusat pengembangan kawasan wisata yang terletak di wilayah Kota Bukittinggi bagian Utara yaitu Kelurahan Puhun Pintu Kabun. Lokasi ini diarahkan menjadi pusat wisata, pusat pelayanan jasa wisata maupun komersial seperti toko-toko souvenir, agen-agen perjalanan, restoran, kafe dan pusat penyewaan sarana penunjang wisata. Akan tetapi, sampai saat ini wilayah ini masih belum terlalu ramai untuk kegiatan wisata. Dari hasil observasi, daerah bagian utara wilayah Kelurahan Puhun Pintu Kabun masih didominasi rumah penduduk dan hanya memiliki satu objek wisata yaitu Taman Panorama Baru. Sebagaimana teori pariwisata berkelanjutan, masyarakat harus dilibatkan dalam pengelolaan wisata dengan melibatkan mereka dari sektor ekonomi. Pemerintah dapat membangun objek wisata baru yang tercantum pada RPJMD dengan mengembangkan pariwisata MICE Meetings, Incentives, Conference, Exhibitions di wilayah Pintu Kabun. Pada daerah ini juga terdapat perkebunan yang umumnya didominasi buah-buahan seperti salak. Hal ini sebenarnya merupakan potensi besar bagi pengembangan wisata agro yang juga tercantum pada RPJMD. Jika hal ini terealisasi, potensi masyarakat dan penanam modal membangun fasilitas pendukung di daerah ini seperti hotel dan restoran akan semakin besar. Namun, kendala yang membuat tidak terealisasinya program ini adalah tidak adanya akses jalan dari dan keluar Kota Bukittinggi dari wilayah ini. Dengan adanya program pemerintah untuk membangun Terowongan Balingka yang terintegrasi dengan Jalan Layang Ngarai Sianok diharapkan menarik investasi pariwisata di daerah Utara Pintu Kabun sehingga pariwisata tidak lagi terpusat di Kecamatan Guguak Panjang Tutri 2016. Indutri wisata MICE merupakan sebuah model industri pariwisata yang berkembang pesat di dunia. Kegiatan ini dapat berkontribusi besar dalam memberikan keuntungan bagi industri wisata, jika dikembangkan dengan baik Ye-qin and Xiang-min 2014. Wisata MICE menyumbang 40% dari devisa yang dihasilkan oleh pariwisata Herawati and Akbar 2011. Bukittinggi memiliki potensi ini jika tersedia fasilitas yang memadai seperti akses menuju lokasi, adanya pusat hiburan dan pebelanjaan, akomodasi, fasilitas konferensi dan infrasturktur yang memadai Crouch and Louviere 2003. Oleh karena itu, pemecahan konsentrasi di pusat wisata Kota Bukittinggi dapat segera terealisasi jika pembangunan wisata MICE di daerah utara Pintu Kabun dan akses ke daerah tersebut dapat segera dilaksanakan. NOFRIYA, ET AL / DAMPAK JURNAL TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS ANDALAS - VOL. 16 NO. 2 2019 86-94 25077/ Dari hasil observasi ditemukan bahwa Kota Bukittinggi kekurangan lahan parkir untuk menampung kendaraan yang datang saat musim libur Idul Fitri. Gedung parkir mobil yang terletak di pusat Kota Bukittinggi serta gedung parkir kendaraan roda dua yang terletak di Jl. Cindua Mato bekas Bioskop Gloria tidak cukup menampung kendaraan yang parkir di kota ini. Masih banyak diantara kendaraan tersebut yang memakir mobil di pinggir jalan yang mengakibatkan lebih parahnya kemacetan saat musim wisata. Padahal, telah terdapat papan pengumuman yang mencantumkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2015 tentang Ketentraman dan Ketertiban Umum bahwa dilarang memarkir kendaraan di taman, pedestrian, jalur hijau, trotoar, jenjang dan tempat lain yang bukan diperuntukkan untuk parkir. Selain itu telah terdapat sanksi terhadap pelanggaran ini yaitu biaya penegakan perda sebesar Rp. dan pidana kurungan 3 bulan atau denda Rp. Pada RTRW disebutkan bahwa sistem perparkiran off street dikembangkan di kawasan Jam Gadang dan sekitarnya untuk mendukung kawasan kepariwisataan Bukittinggi, hal ini belum memenuhi kebutuhan parkir yang meningkat pada pada musim liburan. Masalah parkir pada musim wisata disebabkan oleh wisatawan yang memarkirkan kendaraan di pusat kota terutama di sekitar Jam Gadang. Padahal pusat lokasi wisata pada daerah ini cukup berdekatan dan dapat ditempuh dengan jalan kaki. Selain itu wilayah ini merupakan sentral oleh-oleh khas Bukittinggi dan pusat wisata kuliner sehingga menjadi magnet untuk wisatawan berkunjung. Hal ini dapat diatasi dengan adanya transportasi masal. Seperti yang tercantum pada RTRW, dinyatakan bahwa akan dikembangkan jaringan jalan kereta api antar kota. Kota yang menjadi daerah asal wisatawan yang berkunjung ke Bukittinggi diantaranya Padang, Sumatera Utara, Riau dan Jambi seperti yang terlihat pada kode plat mobil saat observasi yang dilakukan pada libur Idul Fitri. Seperti yang dikemukakan oleh Rye, bahwa tidak diperlukan ruang perparkiran jika manajemen angkutan umum dapat berjalan dengan baik Rye 2011. Beberapa permasalahan angkutan umum perkotaan yang sering dihadapi di Indonesia diantaranya rendahnya kualitas dan pilihan, kurangnya disiplin pengemudi, kendaraan yang kurang layak, tidak teraturnya pemberhentian naik turun penumpang, kurang aman, dan manajemen yang kurang efektif Munawar 2006. Oleh karena itu, untuk mengurangi masalah ini, pemerintah dapat menggunakan angkutan umum masal dengan mengaktifkan jaringan jalan rel maupun bus. Pada tahun 2032, seluruh ruang Kota Bukittinggi akan menjadi ruang terbangun Hardian et al. 2007. Bukittinggi termasuk kepada Under Bounded City UBC yang merupakan kota yang mengalami keterlambatan antisipasi pemerintah dalam melaksanakan perluasan wilayah kota. Bukittinggi mengalami kegagalan dalam penerapan PP 84/1999 yaitu memperluas wilayah Kota Bukittinggi ke Kabupaten Agam dari luas Ha menjadi Ha karena penolakan Kabupaten Agam yang tidak mau kehilangan sebagian wilayahnya dan dihubungkan dengan kehilangan Pendapatan Asli Daerah PAD Valentina 2007. Isu sentral pola keruangan dalam segi pengembangan kota berada di wilayah pinggir kota. Hal ini sering menimbulkan kesenjangan antara kondisi fisik kota dan sosio-kultural masyarakat. Pembangunan wilayah pinggiran kota hendaknya dipahami bukan sebagai bentuk lain dari perluasan kota, tetapi merupakan bentuk kerjasama antar regional kota-desa sehingga menunjang interaksi ekonomi, sosial, kultural dan mendapatkan efek positif dari kunjungan pendatang dan wisatawan Subroto 2002. Oleh karena itu, daerah di pinggir Kota Bukittinggi dapat dijadikan sebagai lokasi untuk penyedia akomodasi sebagai penunjang kegiatan Kota Bukittinggi seperti menyediakan penginapan, lahan parkir dan restoran tanpa menimbulkan konflik mengenai perluasan kota dan tentunya akan menambah Pendapatan Asli Daerah. Hal ini seiring dengan strategi pembangunan wisata pada RTRW Kota Bukittinggi, bahwa sektor pariwisata Kota Bukittinggi dikembangkan secara terintegrasi dengan obyek-obyek wisata di sekitar Kota Bukittinggi Pemerintah Kota Bukittinggi 2011. Kegiatan ini dapat terjadi jika terdapat komitmen pemerintah untuk saling menopang keberadaan satu sama lain, dimana Kota Bukittinggi tidak terlalu terbebani dengan meningkatnya akomodasi yang dibangun untuk memfasilitasi wisatawan, sementara Kabupaten Agam dapat meningkatkan pendapatan asli daerah jika menyediakan akomodasi di sekitar Bukittinggi. Walaupun demikian, perlu diperhatikan penyebaran akomodasi di daerah pinggir kota. Pesatnya pertumbuhan penduduk di pinggir kota Bukittinggi bagian Selatan Nagari Taluak IV Suku dan Nagari Kubang Putiah yang merupakan daerah sub urban, juga memberikan dampak lingkungan seperti meningkatnya jumlah sampah. Karena tidak ada perwakilan badan pengelolaan lingkungan dan manajemen lingkungan yang masih belum baik, pada akhirnya daerah pinggir kota tersebut bekerja sama dengan pemerintah kota Bukittinggi untuk mengelola sampah, sehingga akan kembali membebani kota Bukittinggi Sari 2016. Oleh karena itu, rencana kerjasama dengan Kabupaten Agam juga harus memperhatikan RTRW Kabupaten Agam dan tidak semata-mata terpusat pada daerah yang berada tepat di pinggir kota. Akibat kekurangan lahan parkir, halaman sekolah dan perkantoran dijadikan lokasi parkir. Beberapa tempat yang ditemukan untuk parkir diantaranya SMPN 1, SDN 01 Benteng Pasar Atas, Dinas Lingkungan Hidup, PT. PLN Rayon Bukittinggi, dan halaman perkantoran lainnya. b Luas Tempat Rekreasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas tempat rekreasi telah memadai kecuali Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan TMSBK. Dari hasil wawancara dengan Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga ditemukan bahwa lahan untuk TMSBK masih minim dan belum sesuai dengan NOFRIYA, ET AL / DAMPAK JURNAL TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS ANDALAS - VOL. 16 2019 86-94 kriteria seharusnya. Rencana ini sesuai dengan rencana revitalisasi dari South East Asian Zoos Association SEAZA untuk menata kembali TMSBK. Hal ini merupakan hal penting yang harus segera diatasi dimana dalam mempertimbangkan prinsip kesejahteraan satwa di kebun binatang harus memperhatikan ketersediaan ruang yang cukup untuk kehidupan sosial satwa serta mencegah konflik antar satwa, sehingga satwa tersebut memiliki kebebasan untuk mengekspresikan perilaku secara normal tanpa adanya penderitaan mental, rasa takut, dan bebas dari potensi penyakit akibat sanitasi yang kurang baik. Keterbatasan ruang dalam kebun binatang disebabkan oleh ketersediaan ruang serta dana. Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya mempertimbangkan luas ruangan untuk setiap satwa agar berperilaku sealami mungkin seperti perilaku di alam bebas ISAW 2013. Jika dilihat kondisi saat ini, TMSBK berada di atas bukit Cubadak Bungkuak yang dikelilingi oleh jalan raya serta perumahan penduduk. Untuk dilakukan perluasan ke luar area ini, tentunya memerlukan biaya yang besar dan melewati proses yang panjang untuk melakukan negosiasi dengan penduduk sekitar. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah dengan memindahkan beberapa kandang satwa seperti species burung ke lokasi Benteng Fort de Kock, sehingga lokasi yang kosong dapat dimanfaatkan untuk pembangunan kandang bagi satwa yang memerlukan kandang baru. c Timbulan Sampah Sampah ditemukan hampir di setiap objek wisata. Data pada tahun 2016 menunjukkan tingginya jumlah sampah pada bulan Juli yang bertepatan dengan libur Idul Fitri yaitu 121,93 ton diikuti oleh bulan November yaitu 114,33 ton BPS Bukittinggi 2017. Hal ini disebabkan oleh tingginya konsumsi wisatawan saat berwisata yang tidak disertai proses reduce, reuse dan recycle. Sampah yang dihasilkan dari kegiatan wisata juga berasal dari perhotelan serta restoran. Keterlibatan sektor wisata dalam kegiatan 3R dan bank sampah yang dilakukan pemerintah masih minim. Dari hasil wawancara dengan hotel dan restoran, didapatkan informasi bahwa tidak dilakukan pemilahan sampah sebelum dibuang dan tidak dilakukan reduce, reuse dan recycle. Mereka menunggu sampah tersebut dijemput oleh petugas kebersihan walaupun telah terdapat satu hotel yang mulai memisahkan sampah anorganik untuk dijual kembali dan terdapat hotel yang mengumpulkan sampah organik untuk dijadikan pupuk. Akan tetapi, terdapat hotel yang memisahkan sampah sesuai jenisnya tanpa dimanfaatkan sama sekali. Hal ini ditujukan agar memudahkan petugas kebersihan dalam memilah sampah. Pada tahun 2017 Kota Bukittinggi memperoleh penghargaan Nirwasita Tantra sebagai prestasinya dalam menjaga lingkungan, salah satunya dengan program Bank Sampah. Kegiatan ini dapat dimanfaatkan oleh penyedia akomodasi wisata dengan memisahkan terlebih dahulu sampah mulai dari sumbernya, kemudian bekerjasama dengan bank sampah yang dikelola Dinas Lingkungan Hidup sehingga dapat mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPA. Sebagaimana pariwisata di Selandia Baru, pemerintah menyediakan sarana recycle sehingga mengurangi 65% jumlah sampah yang dibuang ke TPA. Kegiatan ini berupa pembuatan kompos, pembuatan pakaian dari barang daur ulang dan pasar barang bekas UNEP and WTO 2008. Selain itu, kegiatan reduce sampah dapat di contoh pada kota Bandung. Kota ini memiliki kebijakan untuk melarang penggunaan styrofoam untuk membungkus makanan. Hal ini merupakan salah satu usaha untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat sampah karena banyaknya penjual makanan yang menjual makanan dengan styrofoam sehingga banyak ditemukan styrofoam di gorong-gorong. Selain itu styrofoam memiliki kandungan berbahaya bagi kesehatan jika bersentuhan langsung dengan bahan makanan Greeners 2016. Kegiatan wisata di Bali juga memperhatikan pengelolaan sampah dengan baik. Bali memiliki kegiatan yang bernama Saraswati Papers, kegiatan ini merupakan kegiatan recycle dari kertas bekas koran, majalah dan dokumen kantor yang tidak terpakai lagi seperti kotak pensil, tas, dompet, agenda, kartu ucapan dari. Selain itu kegiatan ini memanfaatkan daun dan bunga kering sebagai ornamen/hiasan UNESCO 2009. Pengelolaan sampah di area wisata Tanah Lot dikelola oleh dua pihak. Untuk sampah basah di kelola Desa Adat Beraban dan sampah kering dikelola oleh Petugas Dinas Kebersihan Kabupaten Tabanan Dianasari 2014. Transportasi, Penggunaan Energi dan CO2 a Transportasi pada musim wisata Dari hasil observasi yang dilakukan, pada hari kedua liburan Idul Fitri sampai dengan H+8 terjadi kemacetan yang cukup panjang di setiap jalan utama kota. Terutama di Jalan Sudirman mulai dari simpang Jambu Air, Jalan Panorama dengan titik kemacetan di Taman Panorama, Jalan Ahmad Yani, Jalan Ahmad Karim, dan Jalan Pemuda dengan titik kemacetan pasar bawah. Kemacetan adalah kondisi dimana kendaraan yang lewat pada ruas jalan melebih kapasitas jalan sehingga kecepatan kendaraan mendekati atau melebihi 0 km/jam Dinas Pekerjaan Umum 1997. Jika jumlah kendaraan mendekati kapasitas jalan, kendaraan akan mendekat satu sama lain sehingga dapat terjadi kemacetan total apabila kendaraan harus berhenti Tamin 2000. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi kemacetan dalam musim wisata adalah membuat sentral parkir di luar pusat kota; revitalisasi rambu-rambu lalu lintas dan fasilitas pejalan kaki, diantaranya rambu drop zone dan pick up zone bagi kegiatan penurunan dan penjemputan penumpang, serta rambu dilarang parkir; pengadaan transportasi masal dan NOFRIYA, ET AL / DAMPAK JURNAL TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS ANDALAS - VOL. 16 NO. 2 2019 86-94 25077/ mengurangi pemakaian bahan bakar dan polusi serta pengaturan arus lalu lintas dengan merubah jalur dua arah pada titik kemacetan menjadi satu arah Pramudya and Arida 2016. Selain itu realisasi transportasi masal antar daerah seperti revitalisasi transportasi perlu segera direalisasikan terutama yang dari kota-kota besar di sekitar Bukittinggi serta dari sentral kedatangan wisatawan dari Bandara Internasional Minangkabau dan Pelabuhan Teluk Bayur. Untuk transportasi dalam kota, pemerintah dapat mengadakan shuttle bus yang memiliki rute ke setiap situs-situs wisata di Kota Bukittinggi. b Penggunaan listrik pada akomodasi Hasil penelitian menunjukkan tidak terjadi peningkatan pemakaian listrik pada bulan liburan Idul Fitri, tetapi terdapat peningkatan pada akhir tahun yang bertepatan dengan liburan Natal dan Tahun Baru. Penurunan listrik yang bertepatan dengan Idul Fitri disebabkan oleh banyaknya industri yang libur saat lebaran dan masyarakat pada umumya pergi berwisata sehingga tidak menggunakan listrik di rumah tangga Dewanto 2013. Salah satu cara untuk melakukan penghematan energi listrik adalah dengan memaksimalkan penggunaan energi sel surya pada bangunan-bangunan komersil terutama perhotelan. Pemanfaatan sel surya pada bangunan dengan luas 500 m2 akan membangkitkan energi listrik sekitar 87 MWh per tahun Rahardjo, Herlina, and Safruddin 2008. Oleh karena itu, penempatan sel surya pada perhotelan perlu disosialisasikan oleh pemerintah untuk menghemat penggunaan energi listrik. Industri perhotelan di Bukittinggi dapat memanfaatkan kondisi kota yang memiliki suhu udara sejuk dengan meminimalisir penggunaan AC. Selain itu diperlukan kebijakan mengenai green building dimana desain bangunan untuk sektor perhotelan dapat memaksimalkan energi matahari yang masuk terutama bagi ruangan yang bukan kamar hotel seperti ruang meeting dan restoran, hal ini terlihat pada hotel Mersi di Jl. Tuanku Nan Renceh. Masalah penggunaan listrik ditemukan pada restoran. Walaupun siang hari, pimpinan restoran memiliki kebijakan untuk tetap menghidupkan lampu. Kebijakan ini perlu dipertimbangkan kembali, karena tidak ditemukan alasan yang kuat mengenai pentingnya menghidupkan lampu pada siang hari di restoran. c Tren CO2 5% total emisi CO2 global disebabkan oleh pariwisata. Sektor transportasi pada kegiatan pariwisata menghasilkan proporsi CO2 terbesar yaitu 75%, diikuti oleh sektor akomodasi yaitu 20%. Emisi CO2 dari akomodasi disebabkan oleh pemanasan, penyejuk udara, restoran, kolam renang dan sebagainya. Selanjutnya, kegiatan seperti museum, taman hiburan, event wisata dan belanja juga mengemisi CO2 sekitar 3,5% UNWTO et al. 2008. Dari perhitungan emisi CO2 yang didapatkan dari penggunaan transportasi dan akomodasi wisata dapat dilihat pada grafik berikut. Gambar 1. Grafik emisi CO2 kg CO2 yang berasal dari penggunaan transportasi dan akomodasi oleh wisatawan Dari grafik di atas dapat dilihat emisi CO2 tertinggi berasal dari kegiatan transportasi oleh wisatawan domestik dan yang terendah berasal dari penggunaan energi pada akomodasi oleh wisatwan internasional. Secara keseluruhan terjadi peningkatan emisi CO2 dari tahun 2004-2015 dari kegiatan wisata di Kota Bukittinggi. Hal ini sesuai dengan tren CO2 yang dipantau oleh Global Atmosphere Watch GAW Koto Tabang yang berada 17 kilometer dari Kota Bukittinggi bahwa dari bulan Januari 2004 sampai dengan bulan Juli 2017 terlihat peningkatan konsentrasi CO2 yang cukup signifikan di daerah pengukuran yang tidak terlalu jauh dari Kota Bukittinggi. Hal ini membuktikan bahwa kenaikan emisi CO2 sektor wisata juga berkontribusi terhadap kenaikan konsentrasi CO2. Untuk mengurangi emisi CO2 dari aktifitas wisata dapat dilakukan dengan penggunaan transportasi masal seperti bus NOFRIYA, ET AL / DAMPAK JURNAL TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS ANDALAS - VOL. 16 2019 86-94 dan kereta api untuk mengurangi jumlah kendaraan yang dipakai untuk wisata. Selain itu, kendaraan agen wisata/travel sebaiknya menggunakan bahan bakar ramah lingkungan serta menguji emisi kendaraan secara berkala. Pemerintah juga dapat pempromosikan wisata masal dengan harga yang lebih murah sebagai upaya untuk mengurangi pemakaian kendaraan untuk wisata sekaligus mengurangi emisi CO2. Perubahan Biotik a Perilaku terhadap flora Dari observasi yang dilakukan di Taman Monumen Bung Hatta, masih banyak pengunjung yang tidak menghiraukan pengumuman yang diletakkan di taman agar tidak menginjak rumput. Mereka tetap masuk ke area taman untuk sekedar duduk, bersantai, dan bahkan mengadakan piknik dengan menggelar tikar dan makan bersama. Di Taman Panorama Baru, banyak ditemukan coretan-coretan pada pohon dan tanaman. b Perilaku terhadap fauna Dari hasil observasi khususnya di TMSBK, masih banyak pengunjung yang memberikan makanan sembarangan kepada satwa, padahal telah ada larangan untuk memberikan makanan selain yang disediakan oleh petugas TMSBK. Hal tersebut terlihat di lokasi rusa totol. Padahal telah ada program Feeding Food yaitu program pemberian makanan yang disediakan oleh TMSBK untuk rusa, gajah dan zebra dan wisatawan dapat membeli dengan harga Selain itu banyak pengunjung yang meludah dan membuang sampah sembarangan ke dalam kandang satwa. Kerusakan tumbuhan dan gangguan terhadap satwa di objek wisata di Kota Bukittinggi disebabkan oleh perilaku wisatawan yang tidak mempedulikan himbauan yang telah diberikan pemerintah. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan yang lebih ketat terhadap perilaku pengunjung dan memberikan sanksi tegas kepada pengunjung yang didapati merusak flora dan mengganggu fauna. Selain itu diperlukan promosi yang lebih tepat sasaran untuk menjaga flora dan fauna seperti adanya himbauan melalui pengeras suara, maupun promosi pra kedatangan seperti mencantumkan pentingnya menjaga flora dan fauna di website destinasi wisata yang biasa di akses oleh wisatawan sebelum berkunjung ke Kota Bukittinggi. Prinsip yang perlu dilakukan untuk mencegah kerusakan flora dan fauna di tempat wisata dapat dilakukan dengan melibatkan masyarakat dalam pengawasan kegiatan yang merusak lingkungan wisata. Selain itu sistem pengamanan oleh petugas yang ada di objek wisata juga harus berfungsi sebagai penindak dan pemberi sanksi terhadap wisatawan yang merusak flora dan fauna. Penggunaan Air bersih Air bersih yang disalurkan untuk sektor perhotelan mengalami kenaikan dari tahun 2015 sebesar m3 menjadi m3 pada tahun 2016 BPS Bukittinggi 2017. Pemakaian air bersih tertinggi berada pada bulan Agustus dan kembali meningkat pada bulan Desember dan Januari yang bertepatan dengan libur Natal dan Tahun Baru. Selain digunakan oleh sektor perhotelan, peningkatan konsumsi air dapat disebabkan oleh Kota Bukittinggi yang merupakan salah satu tujuan wisata kuliner, sehingga penggunaan air bersih untuk dikonsumsi juga meningkat. Akan tetapi, data pemakaian air pada bulan Juli yang merupakan libur Idul Fitri lebih rendah daripada bulan Agustus. Hal ini dapat disebabkan oleh hanya sekitar 75% wilayah Kota Bukittinggi yang dilayani oleh PDAM Bukittinggi sehingga tidak dapat menggambarkan penggunaan air oleh 25% wilayah lainnya. Selain itu, data yang didapatkan dari PDAM Kota Bukittinggi juga menggambarkan data distribusi air bersih ke semua daerah yang termasuk wilayah pelayanannya. Daerah tersebut adalah Kubang Putiah, Parabek, Kapeh Panji, Taluak dan Jambu Aia PDAM Bukittinggi 2016. Adapun sumber air PDAM Kota Bukittinggi adalah Mata Air Sungai Tanang, Mata Air Cingkariang, Sumur Dangkal Kubang Putiah, Sumur Bor Birugo, Water Treatment Plant Tabek gadang, dan Sumur Bor Gulai Bancah. Menurut Walikota, Bukittinggi masih memerlukan bantuan air bersih. Saat ini Bukittinggi membutuhkan 400 liter air per detik, namun PDAM hanya mampu menyediakan air sebanyak 209 liter per detik Antarasumbar 2017. Oleh karena itu perlu dilakukan alternatif penyediaan sumber air lainnya seperti menata kembali pemanfaatan sumber-sumber air, efisiensi pemanfaatan air terutama oleh sektor perhotelan, pembuatan sumur resapan yang sesuai sasaran, dan menjaga serta melestarikan daerah resapan. Wisatawan cenderung menggunakan sumber daya termasuk air dua kali lipat dari penggunaan biasanya ILO 2012. Pihak penyedia hotel dapat memberikan himbauan mengenai pentingnya menghemat sumber air dengan kalimat persuasif yang di tempel di setiap kamar mandi. Hal ini berhasil diterapkan di beberapa hotel yang ada di Bali Santika, Antara, and Harmini 2013. Beberapa hotel diantaranya telah melakukan penghematan air, seperti mengganti penggunaan bathup dengan shower, tetapi tidak melakukan himbauan untuk hemat air. Beberapa hotel menganggap bahwa promosi hemat sumber daya akan mengurangi pelayanan prima kepada wisatawan, padahal himbauan persuasif secara tidak langsung akan menggugah wisatawan untuk tidak boros dalam menggunakan listrik dan air. 4. KESIMPULAN Sebagian besar kegiatan wisata terpusat di pusat kota yang menyebabakan kekurangan lahan untuk kegiatan wisata terutama lahan parkir, meningkatnya timbulan sampah dan diperburuk oleh perilaku wisatawan yang membuang sampah sembarangan serta merusak flora dan fauna. Transportasi NOFRIYA, ET AL / DAMPAK JURNAL TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS ANDALAS - VOL. 16 NO. 2 2019 86-94 25077/ pada musim wisata mengalami peningkatan sehingga terjadi kemacetan di beberapa titik. Penggunaan energi meningkat seiring dengan aktifitas wisata diikuti dengan peningkatan emisi CO2. Trend kecelakaan meningkat pada musim wisata dan terdapat beberapa objek wisata yang membahayakan pengunjung. Disarankan kepada pemerintah untuk membuat kebijakan khusus pariwisata yang berpedoman kepada sustainable tourism. REFERENSI Antarasumbar. 2017. “Jonan Resmikan Sumur Bor Air Di Bukittinggi.” Retrieved September 21, 2017 Bapedalda Sumbar. 2016. Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat 2015. Padang Bapedalda Provinsi Sumatera Barat. BPS. 2016. Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Sustainable Development Goals Di Indonesia. Jakarta Badan Pusat Statistik. BPS Bukittinggi. 2016. Statistik Perhotelan Kota Bukittinggi. Bukittinggi BPS Bukittinggi. BPS Bukittinggi. 2017. Bukittinggi Dalam Angka 2017. Bukittinggi BPS Bukittinggi. BPS Sumbar. 2017. Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Sumatera Barat 2 Juni 2017. Padang BPS Sumatera Barat. Cole, Stroma. 2012. “A Political Ecology of Water Equity and Tourism. A Case Study From Bali.” Annals of Tourism Research 3921221–41. Crouch, Geoffrey and Jordan Louviere. 2003. Convention Site Selection Determinants of Destinations Choice in the Australian Domestic Conventions Sector. Australia Cooperative Research Centre for Sustainable Tourism Pty. Ltd. Dewanto, Kelik. 2013. “Beban Listrik Turun 56 Persen Saat Lebaran.” Retrieved January 11, 2018 Dianasari, Dewa Ayu Made Lily. 2014. Penerapan Konsep Tri Hita Karana Di Daya Tarik Wisata Tanah Lot Bali. Denpasar. Dinas Pekerjaan Umum. 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia. Jakarta About 89,200 results seconds Search Results Direktorat Jenderal Bina Marga. Disbudpar Sumbar. 2015. “Masa Depan Kepariwisataan Bukittinggi; Suatu Skenario Dengan Kehati-Hatian.” Retrieved January 2, 2017 http;// Elfindri. 2016. “Isu Strategis Kota Bukittinggi.” in Masa Depan Kota Bukittinggi, edited by Elfindri and A. Miko. Jakarta Baduose Media. Gössling, Stefan. 2002. “Global Environmental Consequences of Tourism.” Global Environmental Change 12283–302. Gössling, Stefan and Paul Peeters. 2015. “Assessing Tourism‟s Global Environmental Impact 1900–2050.” Journal of Sustainable Tourism 235639–59. Greeners. 2016. “Bandung City Ban Styrofoam for Food Packaging.” Retrieved September 21, 2017 Hardian, Rudy C. Tarumingkeng, Yuli Suhartono, and Ernan Rustiadi. 2007. “Kajian Dinamika Wilayah Untuk Kebijakan Perubahan Batas Administrasi Kota/Kabupaten Studi Kasus Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 1999 Tentang Perubahan Batas Wilayah Kota Bukittinggi Dan Kabupaten Agam.” Forum Pascasarjana 302123–35. Herawati, Tuty and Djuni Akbar. 2011. “Kajian Pengembangan Potensi Wisata Mice Kota Solo.” Epigram 8278–84. Iffa, Noorul, Mohd Nayan, Shamzani Affendy, and Mohd Din. 2015. “Significant Indicators in the Assessment of Environmental Tourism Carrying Capacity ETCC A Case Study at Royal Belum State Park, Perak Darulridzuan, Malaysia.” Tourism & Environment, Social and Management Sciences 15153–60. ILO. 2012. Rencana Strategis Pariwisata Berkelanjutan Dan Green Jobs Untuk Indonesia. Jakarta ILO Country Office Jakarta. ISAW. 2013. “Prinsip Kesejahteraan Satwa Di Kebun Binatang.” Retrieved September 21, 2017 Kemenpar. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Kemenpar. 2016. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan. Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung PT Remaja Rosdakarya Offset. Munawar, Ahmad. 2006. “Perencanaan Angkutan Umum Perkotaan Yang Berkelanjutan.” UNISIA 591. Palys. 2008. Purposive Sampling. In L. M. Given Ed. The Sage Encyclopedia of Qualitative Research Methods. Vol. 2. Los Angeles Sage. PDAM Bukittinggi. 2016. “Profil PDAM Tirta Jam Gadang Kota Bukittinggi.” Retrieved January 1, 2018 Pemerintah Kota Bukittinggi. 2011. Peraturan Daerah Nomor 06 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bukittinggi Tahun 2010-2030. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. 2014. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014-2025. Pramudya, Wisnu and Nyoman Sukma Arida. 2016. “Kelurahan Ubud Di Ambang Kemacetan Total.” Destinasi Pariwisata 42. NOFRIYA, ET AL / DAMPAK JURNAL TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS ANDALAS - VOL. 16 2019 86-94 Rahardjo, Amien, Herlina, and Husni Safruddin. 2008. “Optimalisasi Pemanfaatan Sel Surya Pada Bangunan Komersial Secara Terintegrasi Sebagai Bangunan Hemat Energi.” in Seminar Nasional Sains dan Teknologi II. Lampung Universitas Lampung. Russo, Antonio Paolo. 2002. “The „Vicious Circle‟ of Tourism Development in Heritage Cities.” Annals of Tourism Research 291165–82. Rye, Tom. 2011. Manajemen Parkir Sebuah Kontribusi Untuk Kota Yang Layak Huni. Eschborn Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GIZ GmbH. Sahu, Sonam, Sindhu J. Nair, and Pankaj Kumar Sharma. 2014. “Review on Solid Waste Management Practice in India A State of Art.” International Journal of Innovative Research & Development 33261–64. Sanesta, Aldian. 2015. “Strategi Pengembangan Kepariwisataan Di Kota Bukittinggi.” Jom FISIP 121–15. Santika, Wayan G., D. M. Suria Antara, and A. A. Ayu N. Harmini. 2013. “Memotivasi Perilaku Hemat Energi Dan Ramah Lingkungan Di Sebuah Hotel.” Jurnal Bumi Lestari 132. Sari, Putri Nilam. 2016. “Analisis Pengelolaan Sampah Padat Di Kecamatan Banuhampu Kabupaten Agam.” Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas 102157–65. Sharma, R. 2016. “Evaluating Total Carrying Capacity of Tourism Using Impact Indicators.” Global Journal of Environmental Science and Management-Gjesm 22187–96. Subroto, Yoyok Wahyu. 2002. “Perluasan Kota Dalam Realitas Sosial Dan Kultural Masyarakat.” Populasi 131. Tamin, Ofyar Z. 2000. Perencanaan Dan Pemodelan Transportasi. Bandung ITB. Tutri, Rio. 2016. “Tinjauan Aspek Sosial Budaya Dalam Rencana Pembangunan Jalan Dan Terowongan Balingka-Ngarai Sianok.” Jurnal Ipteks Terapan 104. UNEP and WTO. 2008. Making Tourism More Sustainable, A Guide for Policy Maker. United Nations Environment Programme and World Tourism Organization. UNESCO. 2009. Ekowisata Panduan Dasar Pelaksanaan. Jakarta UNESCO Office. UNWTO, UNEP, and WMO. 2008. Climate Change and Tourism Responding to Global Challenges. MAdrid, Paris UNWTO, UNEP. Valentina, Tengku Rika. 2007. “Kontroversi PP 84/1999 Konflik Elite Dengan Masyarakat Adat Tentang Batas Wilayah Antara Kabupaten Agam Dan Kota Bukittinggi.” Demokrasi 61. WEF. 2017. The Travel & Tourism Competitiveness Report 2017. Geneva. Ye-qin, Fu and Zheng Xiang-min. 2014. “Ndustrial Merging of Tourism Industry and MICE Industry Analysis of Industrial Value Chain, Approaches and Countermeasures.” Journal of Northwest A&F University Social Science Edition 2. ... Pada tahun 2018, Bali mendapat masalah berupa sampah dengan jumlah yang terus meningkat karena wisatawan dan warga Bali Widyowati, Syahputri and Febriantro, 2018. Seterusnya, pada tahun 2019, pariwisata di pantai Sanur Bali berdampak negatif salah satunya pada lingkungan seperti tumpukkan sampah Nurwarsih and Wijaya, 2019 Nofriya, Arbain and Lenggogeni, 2019. Penelitian lainnya tentang perspektif teoritis dampak pariwisata terhadap lingkungan di Jawa Barat. ...... Tingginya konsumsi wisatawan saat berwisata yang tidak disertai proses reduce, reuse dan recycle berdampak terhadap sampah di setiap objek wisata Nofriya, Arbain and Lenggogeni, 2019. Kegiatan wisata menyebabkan peningkatan timbulan sampah dan diperburuk oleh perilaku wisatawan yang membuang sampah sembarangan serta merusak flora dan fauna. ...Ni Wayan AnggreniTujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengkaji dampak pariwisata di tengah pandemi Covid-19 terhadap lingkungan Pantai Sanur. Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode observasi dan dokumentasi. Teknik analisis yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian yaitu analisis deskriptif kualitatif. Hasil dianalisis disajikan menggunakan teknik formal dan informal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pariwisata berdampak positif dan negatif terhadap lingkungan Pantai Sanur di tengah pandemi Covid-19 saat ini. Dampak positif pariwisata di tengah pandemi Covid-19 terhadap lingkungan pantai Sanur antara lain ketersediaan jalan yang luas bagi wisatawan, lingkungan tertata rapi, polusi air laut berkurang, tepi pantai bersih, dan sampah an-organik seperti plastik, botol, dan sejenisnya yang berasal dari restoran maupun pedagang berkurang. Namun, dampak negatif pariwisata di tengah pandemi Covid-19 terhadap lingkungan pantai Sanur antara lain sampah organik seperti daun yang gugur mendominasi, terjadi polusi udara akibat pembakaran daun, dan sampah organik seperti daun bertumpuk.... Kondisi pandemi COVID-19 memmbuat destinasi wisata diwajibkan untuk mengedepankan prinsip kesehatan dan kebersihan Gunagama et al, 2020. Pandemi covid 19 yang melanda Indonesia tidak hanya berdampak negatif terhadap berbagai sektor, terutama sektor wisata, namun secara ekosistem dengan adanya pandemi COVID-19, kondisi ekosistem menjadi lebih baik, karena minimnya interaksi terhadap manusia Nofriya et al, 2019, sehingga perlu adanya suatu strategi khusus untuk dapat menjalankan pengelolaan wisata pada masa new normal dan dapat mengantisipasi terjadinya kerusakan potensi yang dimiliki KRC. Strategi yang perlu diterapkan yaitu penyampaian informasi secara langsung dan terbaru mengenai jumlah daya tampung di KRC. ...Anugrah Putra Syafithra Messalina Lovenia SalampessyKustin Bintani MeiganatiWinarni WinarniThe COVID-19 pandemic has impacted various fields, especially the tourism sector in Indonesia. Cibodas Botanical Gardens KRC as an ecotourism destination as well as a conservation area that has an important role in the welfare of the surrounding community and the environment, requires appropriate management strategies in the new normal. The purpose of this study is to determine the development of ecotourism strategies during the new normal period in KRC. Data was collected using survey methods and literature studies, survey methods were carried out by direct observation, documentation and interviews. Interviews were conducted with managers, communities and visitors, with 30 respondents each. Determination of the sample is done by purposive sampling method. Literature studies are carried out by obtaining data through books and scientific journals as well as related agencies websites. Data analysis used SWOT Strength, Weakness, Opportunities, Threats analysis. The results showed that the total score for the Internal Factor Evaluation was and the total score for the External Factor Evaluation was with a quadrant I one position, namely Aggressive, with a strategy of mitigating COVID-19 alert in ecotourism services, coaching and community assistance, make policies and special services for COVID-19, create new innovation programs and infrastructure, build cooperation in the fields of service, tourism business, and environmental security as well as form environmentally conscious and conservation organizations.... From the results of observations made, waste management at tourist sites is one of the main priorities that need to be improved because it greatly impacts the physical condition of tourist destinations. This is also found in tourist locations in other areas that find that an increase in tourists' number is followed by the rise in the amount of waste, especially during the tourist season [14]. ... Abdul AzizJaya MualiminDi mulainya arah pembangunan berkelanjutan yang telah diagendakan di RJPMN tahun 2020-2024, Indonesia meskipun jauh ketinggalan dengan Cina dan Korea Selatan memberikan harapan baru. Menurut Kementrian PPN/Bappenas bekerjasama dengan UNDP United Nations Development Programme, yaitu Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Denmark memetakan potensi kebermanfaatan penggunaan prinsip ekonomi sirkular berbasis keberlanjutan sebagai berikut 1 Sektor keuangan berpeluang menghasilkan tambahan PDB di tahun 2030 sebesar Rp593-638 Triliun; 2 Sektor lapangan kerja hijau di tahun 2030 akan tercipta 75 % merupakan tenaga perempuan; 3 Emisi COek di tahun 2030 dapat diturunkan menjadi 126 Juta ton; 4 Dari sisi pengurangan limbah di sektor prioritas pada tahun 2030 berkisar 18-52 %; dan 5 Dari sisi pengurangan penggunaan air di tahun 2030 mencapai 6,3 Milyar m3 Putri Nilam SariPencemaran lingkungan menyebabkan meningkatnya penyebaran penyakit, mengurangi estetika lingkungan, dan berdampak pada pemanasan global. Di Kecamatan Banuhampu sebagian besar sampah masih dibuang sembarangan yang berpotensi merusak lingkungan sekitar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan informan penelitian berjumlah 9 orang. Hasil penelitian menunjukkan belum adanya perencanaan khusus dalam pengelolaan sampah karena tidak adanya tempat pengelolaan sampah. Untuk pelaksanaan pengelolaan sampah, di daerah pinggir kota telah terdapat masyarakat yang bekerjasama dengan Kota Bukittinggi dan di daerah pedesaan telah ada masyarakat yang mengelola sampah dengan membuat kompos, tetapi sebagian besar sampah masih dibuang sembarangan. Diperlukan perwakilan BPLH untuk memanajemen pengelolaan sampah di Kecamatan Banuhampu, membuat Peraturan Daerah khusus sampah, pengembangan metode pengelolaan sampah dan sosialisasi kepada masyarakat untuk melaksanakan 3R Reduce, Reuse, Recycle sehingga jumlah sampah dapat diminimalisir. Kata Kunci perilaku, pengelolaan sampah, sampah padatRio TutriFor the sake of creating a development that have a positive impact to the community, then in the development of society becomes very necessary to be involved. Community involvement has been started on the stages of planning , implementation, monitoring and maintenance of development products. This is in accordance with the principles of sustainable development is development that should be profitable, development must be socially acceptable and that development must be environmentally friendly. By holding the principle of sustainable development is expected to more communities can be actively involved in the development, as well as enjoy the fruits of such development. Demi untuk menciptakan sebuah pembangunan yang memberikan dampak positif kepada masyarakat, maka dalam pembangunan tersebut masyarakat menjadi sangat perlu untuk dilibatkan. Pelibatan masyarakat ini sudah dimulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemeliharaan hasil pembangunan tersebut. Hal ini sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan itu harus bisa menguntungkan secara ekonomi, pembangunan harus diterima secara sosial serta pembangunan itu harus ramah lingkungan. Dengan memegang prinsip pembangunan berkelanjutan inilah diharapkan masyarakat lebih bisa terlibat aktif dalam pembangunan, serta menikmati hasil dari pembangunan tersebut. Ravi SharmaThe carrying capacity is well identified tool to manage problems due to uncontrolled tourism for any destination. This report highlights the carrying capacity estimation of Kerwa tourism area, Bhopal, India. The methodology used in this report is a new two-tier mechanism of impact analysis using index numbers derived from a survey of 123 stakeholders. From this the individual component impact analysis and the total carrying capacity of the area is computed in order to state the insight of the total carrying capacity left for the tourism activities in Kerwa tourism area. It is calculated from, the results so obtained, that the Kerwa catchment area falls in “very low impact category” and hence in a healthy state of the artwork in terms of total carrying capacity. The study conveys the current need in the destination management and tourism development as a road map for the destination managers for implementing sustainable The present study aimed to find out whether persuasive messages with descriptive norms and norms of reciprocation were better than the standard message in increasing participation in hotel's reuse linens and towels program and to know whether similar studies conducted in the individualistic culture of the United States could be replicated for the Indonesian collectivistic culture. The study started by printing four different cards with standard, standard with bigger fonts, descriptive norms, and norms of reciprocation messages. Cards were placed in rooms of a hotel located in Bali. Results show that cards printed with descriptive norms and norms of reciprocation messages were indeed more dominant than the standard one in increasing participation in linens and towels reuse program. The results were similar to those conducted in the United Gössling Paul PeetersThis paper pioneers the assessment of tourism's total global resource use, including its fossil fuel consumption, associated CO2 emissions, fresh water, land, and food use. As tourism is a dynamic growth system, characterized by rapidly increasing tourist numbers, understanding its past, current, and future contributions to global resource use is a central requirement for sustainable tourism assessments. The paper introduces the concept of resource use intensities RUIs, which represent tourism's resource needs per unit of consumption energy per guest night. Based on estimates of RUIs, a first assessment of tourism's global resource use and emissions is provided for the period 1900-2050, utilizing the Peeters Global Tourism Transport Model. Results indicate that the current 2010 global tourism system may require PJ of energy, 138 km3 of fresh water, 62,000 km2 of land, and Mt of food, also causing emissions of Gt CO2. Despite efforts to implement more sustainable forms of tourism, analysis indicates that tourism's overall resource consumption may grow by between 92% water and 189% land use in the period 2010-2050. To maintain the global tourism system consequently requires rapidly growing resource inputs, while the system is simultaneously becoming increasingly vulnerable to disruptions in resource flows. Stroma ColeMany island destinations are struggling with tourism’s water demands. A political ecology approach is used to understand how social power and ecology come together and result in inequitable and unsustainable water distribution on the island of Bali. Bali is an important case study because 80% of the economy depends on tourism and tourism depends on a healthy water supply. Following a month of interviews and a survey, a stakeholder map has been developed. The causes and consequences of Bali’s mismanagement of water are discussed. The environmental and political factors that intersect and result in water inequity are already causing social conflict and environmental problems. In the near future they will begin to impacts on Bali’s tourism and congestion in the distric of Ubud is an urgent problem. It is a logical consequence of the unpreparedness of Ubud in the face of rapid development of tourism. Construction of facilities and infrastructure provided for tourists, continuously carried out without analyzing the carrying capacity of Ubud as a tourism destination. The failure of governement authorities in managing public space in Ubud led to the emergence of traffic congestion. The purpose of this research is to find out the cause of traffic congestion as well as the action is being pursued by local community in solving traffic congestion. In this research, there are quantitative and qualitative data derived from primary and secondary data. The techniques to collect data were using observation, in-depth interview and literature study. Informants were determined by choosing the first informant, followed by key informants. The data obtained was analyzed using qualitative method and explained descriptively. Research shows the factors causing traffic congestion in the distiric of Ubud are emerged directly by two categories, internal and external categories. Local community managed to solve congestion with the realization of two central parkings, shuttle bus, traffic management and revitalization of pedestrian and traffic real action from local government, local community have tried to solve traffic congestion with their own resources and Yoyok Wahyu SubrotoThe expansion of cities is one of the most interesting issues, especially in the backdrop of increasing scarcity of space for the burgeoning population as well as environmental concerns, which among other things, advocate for the preservation of conservation areas on the city’s outskirts. The expansion of cities has resulted into the spatial, social, and cultural transformation of suburban areas. The importance of adopting spatial development pattern for areas on city fringes should foster the formulation of development that should take cognizance of the social and spatial aspects of such areas. Upon implementation, spatial development pattern will facilitate the proper phasing, and direction of the transformation process. Proper urban /city development and expansion should be conducted through five phases, which entail 1 determining the goal, 2 creating the development and conservation pattern, 3 identifying the area of focus, 4 planning, 5 and implementation. If city development is based on the five phases aforementioned, it should evolve into a controllable expansion pattern, which is known as accretion expansion. Ahmad MunawarThe realization of public transportation in cities in Indonesia has some obstacles. The problems cover services because of high operational cost, the decrease of passengers, and the safety in public transportation. The weakness of public transportation also grows the informal sectors in this sector. The comparative analysis regarding public transportation between Yogyakarta and Bandung including net way, vehicles, head way, load factor, the quality and the obstacle. Hence, to build cities public transportation either in short, middle and long term. Theses terms cover the sustainability, buy service system, and massive public transportation system.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Pada dasarnya, kehidupan sosial di lingkungan masyarakat memiliki sifat dinamis. Artinya, adalah di dalam kehidupan masyarakat selalu terjadi perubahan, tidak berhenti di situ-situ saja. Perubahan-perubahan yang terjadi itu bisa berupa perubahan kecil sampai dengan perubahan besar, serta perubahan tersebut juga memberikan dampak yang besar. Dilansir dari perubahan sosial merupakan perubahan yang terjadi di dalam masyarakat dimana perubahan tersebut memengaruhi sistem sosial, sikap, nilai, serta pola perilaku seseorang dalam kelompok. Setiap orang atau masyarakat pasti mengalami perubahan dalam komunitas dan juga lingkungan dengan perubahan sosial yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat tentu saja dapat membentuk suatu akibat. Oleh karena itu, untuk dapat menanggulangi akibat yang terjadi ini, dibutuhkannya komunitas-komunitas tertentu yang berperan sebagai penggerak untuk melakukan suatu perubahan khususnya dalam bidang lingkungan. Dalam Pratama 2020, dijelaskan bahwa perubahan sosial terjadi karena akibat dari adanya ketidakpuasan sekelompok masyarakat karena suatu kondisi sosial yang berlaku pada masa-masa tertentu sehingga dapat memengaruhi mereka sekelompok masyarakat secara pribadi. Berkaitan dengan perubahan sosial tersebut, kita dapat melihat contoh dalam hal pariwisata di Indonesia. Seperti yang telah kita ketahui, Indonesia sangat kaya akan sumber daya alamnya begitupun dalam bidang pariwisatanya. Telah banyak tempat-tempat wisata yang di buka ditengah pandemi saat. Namun pembukaan tempat wisata ini juga harus mengikuti izin dan prosedur akan protokol kesehatan yang telah dibuat oleh banyak tempat pariwisata yang ada di Indonesia, tentu awalnya semua tempat tersebut mendapat perawatan yang sangat-sangat ekstra. Akan tetapi, tindakan awal dari pembentukan tempat wisata tersebut adalah tindakan yang merusak lingkungan. Karena awalnya tempat tersebut belum terjamah oleh manusia, dalam hal ini masih sangat alami. Sejak dijadikan sebagai tempat wisata, tempat tersebut semakin lama menjadi tidak terlalu diperhatikan. Pengelola dari tempat pariwisata tersebut mungkin masih memerhatikan terkait kebersihan tempat wisata tidak lebih mendalam, terkait penanaman pohon jika tempat wisata tersebut awalnya terdapat banyak pepohonan, selain itu kurangnya pengetahuan akan pemilahan sampah pada tempat wisata tersebut. Adapun contoh-contoh lain diantaranya seperti membersihkan atau mencuci tangan menggunakan bahan kimia di alam terbuka dapat merusak ekosistem. Maksudnya adalah ketika mencuci tangan, kita harus melihat terlebih dahulu dimana tempat kita berada jangan asal cuci tangan. Hal ini karena dengan mencuci tangan menggunakan sabun di sembarang tempat, maka limbah dari air sabun tersebut dapat mencemari lingkungan sekitar baik itu bagi tumbuhan ataupun ikan-ikan dilaut. Aktivitas wisata lain yang dapat merusak lingkungan adalah keramaian. Dimana terdapat tempat-tempat yang akhirnya menjadi viral, berdasarkan pada keindahannya yang tersebar di media sosial. Sehingga banyak orang yang datang untuk mengunjungi tempat yang viral tersebut. Dari keramaian itulah menimbulkan peningkatan terkait pencemaran, kerusakan tanaman, serta peningkatan limbah sebab itu, dengan adanya kehadiran dari komunitas-komunitas tertentu yang memiliki visi misi cinta pada lingkungan sehingga diharapkan dapat membantu masyarakat untuk lebih aware sama lingkungan sekitarnya. Dengan kehadiran komunitas ini, diharapkan memberikan pengetahuan, ilmu, serta pembelajaran terkait kesadaran akan pentingnya ekosistem alam. Selain itu, orang-orang dari komunitas pecinta alam juga menjadi lebih berfungsi lagi dalam lingkungan sosial. Dimana lebih melakukan perubahan sosial kearah yang positif sehingga berdampak besar tidak hanya bagi ekosistem namun juga bagi lingkungan sosial PustakaPratama, C. D. 2020. Teori Perubahan Sosial Jenis-Jenis dan Contohnya. Dilansir dari Saat Wisata, Tapi Merusak Lingkungan. 2020. Dilansir dari A. 2020. Perubahan Sosial Arti dan Bentuknya. Dilansir dari 1 2 Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
DENPASAR, - Protes yang dilakukan warga Banjar Dusun Suka Duka Giri Dharma, Desa Ungasan, Kabupaten Badung, terhadap investor Garuda Wisnu Kencana GWK, PT Alam Sutera Realty Tbk, dapat merusak citra pariwisata Bali."Kondisi tersebut memang dapat dimaklumi karena selama ini kurang jelasnya ketentuan pemerintah terhadap hak-hak orang Bali di kawasan pariwisata. Namun di sisi lain masalah itu jika berlarut-larut dapat merusak citra pariwisata," kata pengamat pariwisata Bali, Dewa Rai Budiasa di Denpasar, Selasa 26/8/2014.Oleh karena itu, menurut Dewa Rai Budiasa, pemerintah harus lebih arif dan teliti dalam menerima investor luar negeri untuk berinvestasi di Bali, mengingat daerah ini bermodalkan seni budaya dan adat istiadat yang tiada duanya di mengatakan, masyarakat internasional yang datang ke Bali bukan untuk mendapatkan fasilitas canggih seperti hotel bintang lima atau pemandangan alam, karena di luar negeri kondisi itu jauh lebih baik dari pada di yang mengembangkan dunia pariwisata budaya bernafaskan agama Hindu, hendaknya bisa dilestarikan, termasuk adat istiadat yang ada, bukan justru dirusak bahkan meniadakannya seperti yang dialami masyarakat sekitar Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana atau sering disingkat GWK, adalah sebuah taman wisata sekaligus jendela seni dan budaya di bagian selatan pulau Bali. Dewa Rai Budiasa mengatakan, jika peristiwa ini tidak bisa ditangani dengan bijak, dikhawatirkan kasus serupa akan muncul di obyek wisata lainnya yang tersebar di Bali."Saya berpandangan bahwa kejadian semacam ini akan terjadi juga di lokasi lain seperti Sanur, Kuta, Legian dan Nusa Dua, karena kepemilikan usaha pariwisata di wilayah itu pada awalnya banyak dilakukan dengan kekurangcermatan," ujar Dewa mengurangi peristiwa serupa di masa depan, pemerintah atau investor yang ingin mengembangkan usaha di Bali, sejak awal melibatkan mitra lokal dan mengikutkan warga setempat menjadi milik perusahaan tersebut dengan prosentase tertentu."Dengan cara itu masyarakat tentu ikut merasa memilikinya dan dapat dipastikan akan memelihara keberlanjutan dari perusahaan tersebut, tidak seperti kasus ini, di mana hak masyarakat diabaikan," diberitakan, warga Banjar Dusun Suka Duka Giri Dharma Desa Ungasan, Kabupaten Badung mengajukan protes kepada investor Garuda Wisnu Kencana GWK Bali, PT Alam Sutera Realty Tbk, karena mengalihkan salah satu akses masyarakat di sekitar itu ke lokasi lain."Kami dan warga tetap meminta investor merealisasikan akses Jalan Rurung yang berada di areal GWK. Sebab jalan tersebut sudah ada sejak terun-temurun sebagai akses menuju ke kuburan," kata Kelian Ketua Banjar Giri Dharma, Wayan Kurma di H PRABOWO Para penari Adimerdangga dari Gianyar menyemarakkan upacara Peletakan Batu Pertama Proyek Garuda Wisnu Kencana GWK di Bukit Ungasan, Bali, Jumat 23/8/2013. Rencananya, dalam tiga tahun ke depan di tempat tersebut akan berdiri sebuah monumen yang memiliki ketinggian 126 meter dan lebar 64 meter. Wayan mengatakan sejak pembebasan kawasan tersebut menjadi kawasan GWK sudah ada kesepakatan dengan investor terdahulu, bahwa akses tersebut tetap dibuka dan dapat dipergunakan untuk akses kepentingan desa adat."Namun dengan investor baru ini, tiba-tiba mengingkari kesepakatan tersebut. Karena penyerahan kepada investor lama ke baru harus mengikuti apa yang menjadi kesepakatan terdahulu yang berkaitan dengan kepentingan umum, dalam hal ini desa adat setempat," katanya. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
lingkungan masyarakat yang dapat merusak citra pariwisata nasional